Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 24 November 2013

BELAJAR DAN MENGENAL GUARDRAIL

Apakah guardrail itu?
Guardrail-Pagar Pengaman Jalan adalah alat keselamatan jalan yang terbuat dari baja lembaran yang dibentuk/diforming dengan mesin cold-roll sehingga menghasilkan beam baja profil atau disebut W-Beam. Ketebalan baja juga telah ditentukan untuk menghindari resiko terburuk  bagi kendaraan yang menabraknya. Dengan ketebalan tersebut, maka beam akan lentur/flexible terhadap benturan keras dari kendaraan. Bagi kendaraan yang melintas pada jalan di perbukitan/tebing atau jalan yang menanjak dimana kontur tanah di sekitar badan jalan tersebut lebih rendah atau bahkan curam.
Fungsi Guardrail
Pagar pengaman dapat menahan benturan keras dan menyerap sebagian besar energi kenetik, sehingga berfungsi agar :
·         Kendaraan tidak terlempar keluar.
·         Kendaraan diarahkan kembali ke arah parallel jalan.
·         Mengurangi goncangan hebat, sehingga akibat kecelakaan dapat dikurangi.
Komponen dan spesifikasi guardrail (pagar pengaman jalan raya) yang berlaku standar di Indonesia, terdiri atas:

  • Ø  beam baja (pagar pembatas) uk. 4318 x 312 x 2,7 mm;
  • Ø  channel post (tiang penyangga) uk. 1800 x 176 x 76 x 6 atau 4,5 mm;
  • Ø  blocking piece (besi pengikat) uk. 350 x 176 x 76 x 6 atau 4,5 mm;
  • Ø  terminal end section (sleeve beam) uk. 725 x 2,7 mm;
  • Ø  baut jamur (mushroom bolt), baut hexa, mur, dan washer;
  • Ø  plat baja Krakatau Steel, kode sertifikat mill: JIS G-3131 SPHC;
  • Ø  melalui proses hot dip galvanized ASTM A-123 (anti korosi);
  • Ø  rekomendasi AASHTO & Dept of Transportation.


Sudah mengenal guardrail kan. Bahwa salah satu fungsinya apabila terjadi kecelakaan di jalan kendaraan tidak terlempar keluar jalur dan tetap pada arah paralel jalan. Lalu bagaimana dengan kasus AQJ yang terjadi pada Jalan Tol, akibat kelalaiannya dalam mengemudikan mobil. Kendaraan yang melaju kencang menabrak guardrail dan mobil yang tidak dapat dikendalikan tersebut menerobos pagar pengaman di median jalan, serta menabrak kendaraan lain pada arah berlawanan. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa penempatan guardrail yang berada di Jalan TOL juga perlu memperhatikan aspek keselamatannya, disamping digunakan sebagai pemisah arah jalur kendaraan

PERMASALAHAN LOGISTIK NASIONAL

Secara umum sistem logistik di Indonesia saat ini belum memiliki  kesatuan visi yang mampu mendukung peningkatan daya saing pelaku bisnis dan peningkatan kesejahteraan rakyat, bahkan pembinaan dan kewenangan terkait kegiatan logistik relatif masih bersifat parsial dan sektoral di masing-masing kementerian atau lembaga terkait, sementara koordinasi yang ada belum memadai.  Tingginya biaya logistik dan pelayanan yang belum optimal, hal ini mempengaruhi daya saing dunia usaha di pasar global.
Berdasarkan survei yang dilakukan World Bank pada tahun 2007 dan 2010 yang kemudian dituangkan dalam Logistics Performance Index (LPI),kinerja logistik Indonesia dalam kurun waktu 3 tahun terlihat menurun, seiring dengan menurunnya peringkat LPI indonesia. Posisi LPI Indonesia secara menyeluruh berada pada peringkat 43 di tahun 2007 menurun menjadi peringkat 75 (tujuh puluh lima) dari 155 (seratus lima puluh lima) negara.
Biaya logistik yang tinggi merupakan akibat dari kondisi penegakan peraturan yang buruk, pungutan jalan yang tinggi, dan biaya yang terkait dengan buruknya prasarana. Mahalnya biaya logistik dalam negeri di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh tingginya faktor biaya transportasi darat dan laut. Tetapi juga terkait faktor regulasi, Sumber Daya Manusia, proses dan manajemen logistik yang belum efisien dan kurangnya profesionalisme pelaku dan penyedia jasa logistik nasional. Sehingga menyebabkan belum efisiennya perusahaan jasa pengiriman barang dalam negeri.
Permasalahan logistik yang saat ini dialami Indonesia, adalah :
a.        komoditas penggerak utama (key commodity factor) sebagai penggerak aktivitas logistik belum terkoordinasi secara efektif, belum adanya fokus komoditas yang  ditetapkan sebagai komitmen  nasional, dan belum optimalnya volume perdagangan ekspor dan impor.
Dalam perdagangan internasional, perusahaan-perusahaan belum memiliki bergaining position yang memadai untuk turut mengendalikann sistem perdagangan. Kapal Indonesia masih bersifat membantu.
b.      infrastruktur transportasi belum memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitas yang antara lain karena belum adanya pelabuhan hub, belum dikelola secara terintegrasi, efektif dan efisien, serta belum efektifnya intermodal transportasi dan interkoneksi antara infrastruktur pelabuhan, pergudangan, transportasi dan wilayah hinterland.
Kondisi infrastruktur yang ada sekarang ini dinilai masih kurang memadai untuk mendukung kelancaran lalu lintas logistik. Kondisi prasarana jalan yang buruk sangat menghambat perkembangan industri angkutan barang di Indonesia serta membatasi kemampuan pemilik usaha kecil untuk mencapai target pasar yang menguntungkan.
Demikian juga dengan sistem transportasi intermoda ataupun multimoda yang belum dapat berjalan dengan baik, karena akses transportasi dari sentra-sentra produksi ke pelabuhan dan bandara atau sebaliknya belum dapat berjalan lancar karena belum optimalnya infratsruktur pelabuhan dan bandara. Hal ini menyebabkan kualitas pelayanan menjadi rendah dan tarif jasa menjadi mahal.
c.       pelaku dan penyedia jasa logistik masih berdaya saing rendah karena terbatasnya jaringan bisnis pelaku dan penyedia jasa logistik lokal sehingga pelaku multinasional lebih dominan dan terbatasnya kualitas dan kemampuan Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik Nasional.
Di Indonesia masih didominasi oleh perusahaan-perusahaan multinasional, sedangkan layanan logistik yang ditangani terfragmentasi dalam sebaran kegiatan transportasi, pergudangan, freight forwarding, kargo, kurir, shipping, konsultasi dan sebagainya. Sehingga tidak ada perusahaan nasional yang menguasai pasar secara dominan. Kemampuan penyedia jasa logistik Indonesia masih terbatas baik dalam jaringan internasional, maupun permodalan.
d.      Teknologi  Informasi dan Komunikasi belum didukung oleh ketersediaan infrastruktur dan jaringan yang handal, masih terbatasnya jangkauan  jaringan pelayanan non seluler, dan masih terbiasanya menggunakan sistem manual (paper based system) dalam transaksi  logistik.
e.      SDM logistik masih memiliki kompetensi rendah yang disertai oleh belum memadainya Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Bidang Logistik.
Kenyataan menunjukkan bahwa Indonesia masih dihadapkan pada kelangkaan tenaga ahli, spesialis, dan profesional dalam bidang logistik baik pada level manajemen maupun operasional baik di sektor swasta maupun dari pemerintahan. SDM di bidang logistik Indonesia dihadapkan pada dua tantangan, yaitu peningkatan jumlah tenaga kerja dan peningkatan kualitas dan kompetensi sumber daya yang ada.
Untuk mengatasi hal ini peran institusi pendidikan dan pelatihan sangat diperlukan, namun sementara ini masih terkendala karena secara formal belum ada pengakuan dari pemerintah c.q Kementerian Pendidikan Nasional, baik terkait dengan keilmuan maupun keahlian dalam bidang logistik. 
f.        Regulasi dan kebijakan masih bersifat parsial dan sektoral, yang disertai oleh masih rendahnya penegakan hukum, belum efektifnya Koordinasi Lintas Sektoral, dan belum adanya lembaga yang menjadi integrator kegiatan logistik Nasional.
Di Indonesia, peraturan daerah sering bertentangan dengan peraturan dari pusat yang pada akhirnya membingungkan dan menyebabkan timbulnya kenaikan biaya untuk pengurusan izin trayek dan restribusi lintas daerah.
Indonesia telah melakukan berbagai upaya pembenahan di bidang logistik domestik, akan tetapi dengan persaingan global yang semakin ketat kinerja logistik nasional masih belum menggembirakan. Buruknya kinerja logistik tercermin dari biaya angkutan barang sangat mahal, dan menjadi salah satu penghambat daya saing industri dan perdagangan  Indonesia di tingkat Internasional.
Biaya operasi kendaraan di Indonesia lebih tinggi dan tidak efisien daripada biaya di negara-negara lain di Asia seperti biaya yang terkait dengan prasarana, perizinan, dan pungutan di jalan. Sebagian disebabkan oleh kondisi prasarana jalan yang buruk dan topografi wilayah yang berbukit-bukit. Contohnya, tingkat kebocoran akibat lamunya waktu tempuh dan kondisi jalan dapat berarti bahwa usaha kecil tidak dapat mencapai akses pasar yang lebih besar seperti jaringan supermarket. Kualitas jalan yang buruk juga menyebabkan pembengkakan biaya dan kadang-kadang mengurangi ketersediaan input untuk kebutuhan produksi seperti pupuk. Secara keseluruhan, mutu jalan yang buruk pada wilayah-wilayah terpencil di Indonesia secara signifikan meningkatkan pengeluaran biaya yang dialami oleh usaha kecil, perusahaan angkutan, dan konsumen.
  Namun, pungutan resmi dan tidak resmi juga menunjukkan jumlah yang cukup besar. Selama di perjalanan, supir dikenakan berbagai jenis pungutan, termasuk: biaya retribusi; pungutan resmi dan tidak resmi pada jembatan timbang; dan pungutan oleh oknum polisi dan preman. Kombinasi antara peraturan yang berbelit-belit dan biaya transportasi dalam negeri yang tinggi telah menghambat daya saing perdagangan Indonesia.
Dibutuhkan tata kelola yang kuat untuk mendukung efektifitas pelaksanaan koordinasi, dalam rangka menyelaraskan dan mengintegrasikan seluruh kebijakan pengembangan sistem logistik nasional agar kondisi logistik indonesia membaik.