Secara umum sistem logistik di Indonesia saat ini belum memiliki kesatuan visi yang mampu mendukung
peningkatan daya saing pelaku bisnis dan peningkatan kesejahteraan rakyat,
bahkan pembinaan dan kewenangan terkait kegiatan logistik relatif masih
bersifat parsial dan sektoral di masing-masing kementerian atau lembaga
terkait, sementara koordinasi yang ada belum memadai. Tingginya biaya logistik dan pelayanan yang
belum optimal, hal ini mempengaruhi daya saing dunia usaha di pasar global.
Berdasarkan survei yang dilakukan World Bank pada tahun 2007 dan 2010
yang kemudian dituangkan dalam Logistics Performance Index (LPI),kinerja
logistik Indonesia dalam kurun waktu 3 tahun terlihat menurun, seiring dengan
menurunnya peringkat LPI indonesia. Posisi LPI Indonesia secara menyeluruh
berada pada peringkat 43 di tahun 2007 menurun menjadi peringkat 75 (tujuh puluh
lima) dari 155 (seratus lima puluh lima) negara.
Biaya logistik yang tinggi merupakan akibat dari kondisi penegakan
peraturan yang buruk, pungutan jalan yang tinggi, dan biaya yang terkait dengan
buruknya prasarana. Mahalnya biaya logistik dalam negeri di Indonesia tidak
hanya disebabkan oleh tingginya faktor biaya transportasi darat dan laut.
Tetapi juga terkait faktor regulasi, Sumber Daya Manusia, proses dan manajemen logistik
yang belum efisien dan kurangnya profesionalisme pelaku dan penyedia jasa
logistik nasional. Sehingga menyebabkan belum efisiennya perusahaan jasa
pengiriman barang dalam negeri.
Permasalahan
logistik yang saat ini dialami Indonesia, adalah :
a.
komoditas
penggerak utama (key commodity factor) sebagai penggerak aktivitas logistik
belum terkoordinasi secara efektif, belum adanya fokus komoditas yang ditetapkan sebagai komitmen nasional, dan belum optimalnya volume
perdagangan ekspor dan impor.
Dalam
perdagangan internasional, perusahaan-perusahaan belum memiliki bergaining
position yang memadai untuk turut mengendalikann sistem perdagangan. Kapal
Indonesia masih bersifat membantu.
b.
infrastruktur transportasi belum memadai baik
dari segi kuantitas maupun kualitas yang antara lain karena belum adanya
pelabuhan hub, belum dikelola secara terintegrasi, efektif dan efisien, serta
belum efektifnya intermodal transportasi dan interkoneksi antara infrastruktur
pelabuhan, pergudangan, transportasi dan wilayah hinterland.
Kondisi
infrastruktur yang ada sekarang ini dinilai masih kurang memadai untuk
mendukung kelancaran lalu lintas logistik. Kondisi prasarana jalan yang buruk
sangat menghambat perkembangan industri angkutan barang di Indonesia serta
membatasi kemampuan pemilik usaha kecil untuk mencapai target pasar yang
menguntungkan.
Demikian
juga dengan sistem transportasi intermoda ataupun multimoda yang belum dapat
berjalan dengan baik, karena akses transportasi dari sentra-sentra produksi ke
pelabuhan dan bandara atau sebaliknya belum dapat berjalan lancar karena belum
optimalnya infratsruktur pelabuhan dan bandara. Hal ini menyebabkan kualitas
pelayanan menjadi rendah dan tarif jasa menjadi mahal.
c.
pelaku dan penyedia jasa logistik masih berdaya
saing rendah karena terbatasnya jaringan bisnis pelaku dan penyedia jasa
logistik lokal sehingga pelaku multinasional lebih dominan dan terbatasnya
kualitas dan kemampuan Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik Nasional.
Di
Indonesia masih didominasi oleh perusahaan-perusahaan multinasional, sedangkan
layanan logistik yang ditangani terfragmentasi dalam sebaran kegiatan
transportasi, pergudangan, freight forwarding, kargo, kurir, shipping,
konsultasi dan sebagainya. Sehingga tidak ada perusahaan nasional yang
menguasai pasar secara dominan. Kemampuan penyedia jasa logistik Indonesia
masih terbatas baik dalam jaringan internasional, maupun permodalan.
d.
Teknologi
Informasi dan Komunikasi belum didukung oleh ketersediaan infrastruktur
dan jaringan yang handal, masih terbatasnya jangkauan jaringan pelayanan non seluler, dan masih
terbiasanya menggunakan sistem manual (paper based system) dalam transaksi logistik.
e.
SDM logistik masih memiliki kompetensi rendah
yang disertai oleh belum memadainya Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Bidang
Logistik.
Kenyataan
menunjukkan bahwa Indonesia masih dihadapkan pada kelangkaan tenaga ahli,
spesialis, dan profesional dalam bidang logistik baik pada level manajemen
maupun operasional baik di sektor swasta maupun dari pemerintahan. SDM di
bidang logistik Indonesia dihadapkan pada dua tantangan, yaitu peningkatan
jumlah tenaga kerja dan peningkatan kualitas dan kompetensi sumber daya yang
ada.
Untuk
mengatasi hal ini peran institusi pendidikan dan pelatihan sangat diperlukan,
namun sementara ini masih terkendala karena secara formal belum ada pengakuan
dari pemerintah c.q Kementerian Pendidikan Nasional, baik terkait dengan keilmuan
maupun keahlian dalam bidang logistik.
f.
Regulasi dan kebijakan masih bersifat parsial
dan sektoral, yang disertai oleh masih rendahnya penegakan hukum, belum
efektifnya Koordinasi Lintas Sektoral, dan belum adanya lembaga yang menjadi
integrator kegiatan logistik Nasional.
Di
Indonesia, peraturan daerah sering bertentangan dengan peraturan dari pusat
yang pada akhirnya membingungkan dan menyebabkan timbulnya kenaikan biaya untuk
pengurusan izin trayek dan restribusi lintas daerah.
Indonesia telah melakukan berbagai upaya pembenahan di bidang logistik
domestik, akan tetapi dengan persaingan global yang semakin ketat kinerja
logistik nasional masih belum menggembirakan. Buruknya kinerja logistik
tercermin dari biaya angkutan barang sangat mahal, dan menjadi salah satu
penghambat daya saing industri dan perdagangan
Indonesia di tingkat Internasional.
Biaya operasi kendaraan
di Indonesia lebih tinggi dan tidak efisien daripada biaya di negara-negara lain
di Asia seperti biaya yang terkait dengan prasarana, perizinan, dan pungutan di
jalan. Sebagian disebabkan oleh kondisi prasarana jalan yang buruk dan topografi
wilayah yang berbukit-bukit. Contohnya, tingkat kebocoran akibat lamunya waktu
tempuh dan kondisi jalan dapat berarti bahwa usaha kecil tidak dapat mencapai
akses pasar yang lebih besar seperti jaringan supermarket. Kualitas jalan yang
buruk juga menyebabkan pembengkakan biaya dan kadang-kadang mengurangi
ketersediaan input untuk kebutuhan produksi seperti pupuk. Secara keseluruhan,
mutu jalan yang buruk pada wilayah-wilayah terpencil di Indonesia secara
signifikan meningkatkan pengeluaran biaya yang dialami oleh usaha kecil,
perusahaan angkutan, dan konsumen.
Namun,
pungutan resmi dan tidak resmi juga menunjukkan jumlah yang cukup besar. Selama
di perjalanan, supir dikenakan berbagai jenis pungutan, termasuk: biaya retribusi;
pungutan resmi dan tidak resmi pada jembatan timbang; dan pungutan oleh oknum polisi
dan preman. Kombinasi antara peraturan yang berbelit-belit dan biaya
transportasi dalam negeri yang tinggi telah menghambat daya saing perdagangan
Indonesia.
Dibutuhkan tata kelola
yang kuat untuk mendukung efektifitas pelaksanaan koordinasi, dalam rangka
menyelaraskan dan mengintegrasikan seluruh kebijakan pengembangan sistem
logistik nasional agar kondisi logistik indonesia membaik.